Senin, 24 Agustus 2009

Kemarahan Akbar


Oleh Ayah

Akbar, dengan apa kauyakinkan semua orang bahwa kau tak lagi serapuh kemarin? Dengan apa kau yakinkan semua orang bahwa cahayamu tak redup hanya karena di sekelilingmu bertebaran cahaya-cahaya lain yang menyilaukan? Dengan apa kau yakinkan semua orang bahwa harga dirimu sebagai lelaki telah kaubela dengan cara yang tepat, dan meletakkannya di tempat yang layak, tanpa meninggalkan luka bagi siapapun? Dengan apa kau yakinkan semua orang bahwa kau sudah mulai sadar untuk menghormati hidup?

Sadarkah kau bahwa hidupmu, hidup Ayah sangatlah berharga? Tak seorangpun boleh merampasnya. Kalau sampai hari ini kau masih merasa hina, merasa rendah, ini sama artinya dengan membiarkan orang lain merenggut harga dirimu untuk dicampakkan di tempat paling rendah. Sehebat apakah dia sehingga kau merasa tak lebih berharga? Jangan biarkan orang lain seenaknya mengendalikan hidupmu, Tak ada artinya kau meratap-ratap, sementara sosok yang kaupuja tengah bersukaria, tanpa sedetikpun kau ada dalam pikirannya.

Kau mungkin tak banyak tahu kenapa Ayah begitu marah menyikapi persoalan yang tengah kauhadapi. Sepertinya kau menganggap obrolan panjang kita sedikitpun tak ada artinya bagimu. Kau masih saja mencari pembenaran atas sikap-sikapmu, seolah ingin membuktikan bahwa semua langkah yang kauambil adalah yang paling benar, benar di atas pendapat orang lain. Lalu buat apa kau bertanya pada Ayah? Kalau kau yakin dirimu benar, ya sudahlah, lakukan, dan jangan sekali-kali minta pendapat orang lain. Sedikitpun tak terdengar ucapan yang menjelaskan kau ingin menguji apakah pendapatmu mungkin salah. Jadi, terserah, sekarang kau mau menyalahkan siapa lantaran kau terlahir bukan sebagai manusia yang bergelimang kemewahan.

Tidak ada komentar: