Video spy cam. ATM skimmer. Cyber crime. Walah! Canggih benar! Atau, sebenarnya biasa-biasa saja. Otak saya saja yang ketinggalan kereta. Ya, bolehlah dituduh demikian. Karena memang istilah-istilah tersebut sangat asing di pendengaran dan penglihatan saya. Baru saya ketahui setelah media massa ‘menaikdaunkan’nya terkait kasus fenomenal, pembobolan ATM.
Biarlah Ruby Alamsyah saja yang bicara tentang ‘makhluk-makhluk canggih’ di atas. Beliau adalah pakar forensik digital. Bagaimana PIN bisa terekam?
Menurut Ruby, perekaman PIN dilakukan dengan cara konvensional, yaitu memasang video spy cam (kamera pengintai). Alat itu mengarah ke keypad ATM sehingga ketika nasabah mengetik PIN akan terekam. Kamera pengintai itu diletakkan pada jam-jam ketika ATM dalam kondisi sepi. Sebenarnya, pengguna ATM bisa dengan mudah mengenali kamera pengintai itu. Kamera pengintai milik bank biasanya focus ke wajah, sedang kamera pengintai palsu mengarah ke keypad!
Selain kamera pengintai, penjahat juga memasang alat yang disebut ATM skimmer. Bentuk ATM skimmer sama seperti ATM asli. ATM skimmer itu tertempel di mulut ATM asli. Saat nasabah memasukkan kartu ATM, skimmer akan merekam semua data di kartu ATM. Data tersebut terekam di kartu memori skimmer. Data yang sudah didapat ATM skimmer kemudian digunakan untuk menggandakan ATM. Dengan kartu ATM palsu dan PIN yang sudah dimiliki, penjahat kemudian memanfaatkan untuk bertransaksi di ATM. Karena seolah-olah legal, pihak perbankan biasanya menganggap transaksi tersebut sah.
Untuk menghindari pembobolan via ATM, nasabah harus mengetahui mana tipe ATM skimmer yang asli dan mana yang palsu. Skimmer ATM sdli biasanya kokoh. Tidak bergerak-gerak. Waspadai juga jika di mesin ATM atau alat penggesek kartu kredit/debit ada tempelan tambahan yang bukan berasal dari bank, misalnya nomor pengaduan palsu. Biasanya kalau bukan asli dari bank, ada bekas-bekas perekat, seperti lem, isolasi, atau double tape. (disarikan dari Tabloid Nyata edisi IV Januari 2010).
Saya tak tahu, apakah dengan tidak punya rekening di bank merupakan sebuah keuntungan atau tidak. Intinya, bahwa saya sedang tidak punya uang besar, jelas iya. Tapi kalau kelak Tuhan memberi saya rejeki lebih, masa sih harus saya pakai cara jadul lagi, menyembunyikan uang di bawah bantal? Siapa tahu para penjahat sudah lupa dengan cara usang itu lantaran ingin ikut bercanggih-canggih dan tak mau dianggap penjahat ketinggalan zaman, dengan melakukan cyber crime. Mungkin nggak sih? Hahaha… Anggap sajalah ini pikiran orang yang lagi judeg alias sebel alias geregetan. Bagaimana mau tidak repot ya. Beli brankas pun bisa saja digotong beramai-ramai. Alarm yang tulit-tulit mah kecil banget melumpuhkannya. Jangan-jangan sang penjahat malah mematikan bunyinya sambil bersiul-siul, seolah berkata, “Ah, lebih merdu siulanku!” Nah lho!
Sekarang, terserah saja. Mau pilih yang mana. Nabung di bank, monggo. Beli brankas bergembok raksasa, silakan. Atau, mau yang jadul, menyimpan di bawah bantal, boleh juga.
Mungkin yang penting adalah memantapkan hati, meneguhkan iman, bahwa segala yang ada di dunia ini adalah milik Tuhan. Kalau tiba-tiba raib, lewat cara apa pun, barangkali memang sudah saatnya diambil. Masa sih tidak diikhlaskan, wong yang mengambil yang punya, hayo! Buktinya ketika masih diamanatkan kepada kita, aman-aman saja walaupun tergeletak di lantai, atau bahkan sudah jatuh berhari-hari di jalan masih bisa ditemukan. Setuju, atau tak setuju, monggo mawon…
Eeehmm…, sebentar. Uang di bawah bantal saya masih ada berapa ya?
1 komentar:
jangan keras-keras uangnya tinggal kepingan 100 rupiah, lainnya raib dibuat century!
Posting Komentar