Rabu, 09 Desember 2009

Membaca Prita



Oleh Ayah!

Koin cinta. Memang hanya receh. Remah-remah. Kepingan. Namun mampu menjawab dengan sangat jernih sebuah pertanyaan besar tentang rasa keadilan di negeri ini. Untuk siapa keadilan dipersembahkan? Prita telah membuktikan bahwa ia bukan sosok terpilih untuk menerimanya!

204 juta rupiah! Saya, dengan gaji dua ratus ribuan, memandang angka tersebut sangatlah fantastis. Andai saya menjadi Prita, sudah pasti saya juga tak akan sanggup membayarnya. Pendek kata, sudahlah mau diapakan nanti terserah saja, pasrah saja. Putus asa? Andai ada harapan yang bisa membuat hati saya kembali mekar, tentu perasaan tersebut tak perlu tercetuskan.

Prita Mulyasari, tentu tak akan bersikap seperti saya, sebab ia adalah sosok tangguh yang mampu menghadapi persoalan ini dengan sangat kuat. Apalagi di sekelilingnya banyak orang-orang yang tak pernah henti mendukungnya dengan penuh cinta. Dan yang paling membuat perasaan saya tergedor adalah aksi solidaritas Koin Cinta. Posko dibuka di banyak tempat, dengan relawan berganti-ganti setiap hari meluangkan waktu demi Prita. Toples, bekas tempat makanan ringan, hingga celengan berbentuk harimau mengaum ada di sana. Semua berisi uang receh.

Bahkan, seorang bocah enam tahun bernama Anabel La Winson rela menyerahkan celengan miliknya. Simak penuturan polosnya saat menyerahkan tabungannya, “Ini tabungan aku untuk beli kucing. Aku sumbangin aja nggak apa-apa,” kata Anabel yang empat gigi seri atasnya tanggal itu. Sebuah komunitas pemulung juga menghimpun dana hingga mencapai Rp 200 ribu. Mundala, mewakili teman-teman pemulung menyatakan, “Kami ikut prihatin.” (Jawa Pos, Selasa, 8 Desember 2009).

Semua orang tahu, seorang Prita Mulyasari tak pernah memilih cobaan ini. Namun, saya percaya, kelak, ketika cobaan ini berlalu, Prita boleh berbangga telah dipilih tuhan untuk menerima “penghargaan” ini! “Penghargaan” yang semoga tak hanya menjadikannya sebagai pribadi yang kian memesona jutaan hati, lebih dari itu, juga tumbuh sebagai sosok yang memiliki ketangguhan tak tergoyahkan oleh badai apapun. Termasuk badai yang dihembuskan dunia peradilan kita.

Jujur, saya malas bicara tentang peradilan kita. Basi!!!!!

1 komentar:

munir ardi mengatakan...

mari perjuangkan keadilan