Oleh Ayah!
12 tahun yang lalu, James Cameron mengguncang dunia dengan karya fenomenal, Titanic. Memang dahsyat. Kali pertama saya menyaksikan sebuah film sampai empat kali namun tak merasa bosan. Dua belas tahun setelah film terdahsyat sepanjang sejarah itu diluncurkan, sosok jenius itu hadir lagi dengan sebuah karya fantastis, Avatar. Saya memang belum sempat menontonnya, tapi saya percaya seorang Cameron tidak akan mempertaruhkan reputasinya untuk sebuah karya ecek-ecek belaka. Dan, lagi-lagi, dunia menjadi saksi bahwa dua belas tahun bukanlah perjalanan yang sia-sia. Memang hebat Mas Bule satu itu, hehehe...
Ya, jelas sangat tidak lucu kalau saya bercerita banyak tentang Avatar, yang belum saya tonton. Kesannya sok tahu banget. Makanya saat ini saya memilih untuk sampai di sini saja bertutur tentang film berbudget "ugal-ugalan" itu. Lantas?
Saya munculkan saja "sok" yang sebenarnya saya rasakan saat ini. Sok merenung. Sok melankolis, dengan mengilas balik masa lalu. Dan entah sok apa lagi.
12 tahun bukan masa yang pendek untuk sebuah perjalanan hidup. Kalau dihitung mundur dari tahun ini, seorang anak manusia yang berkesempatan menghirup udara bebas hingga mencapai bilangan usia belasan tahun itu (dan bersekolah), kurang lebih sekarang ia duduk di bangku kelas enam sekolah dasar, bahkan kelas tujuh SMP.
Menjadi getir terasa ludah di mulut saya mengingat waktu sepanjang itu. Dua belas tahun lalu saya begitu-begitu saja, alias tak ada hal istimewa lahir dari otak saya (yang memang tak seberapa cerdas) ini. Hari ini, dua belas tahun kemudian, saya masih tetap begini-begini saja. Memang kurang bijak sih, membandingkan seorang saya dengan sosok sebrilian James Cameron, tidak nyambung sama sekali. Namun tidak berarti saya harus mengampuni diri sendiri dengan mengatakan, ya sudahlah apa mau dikata, wong kenyataannya saya dan Bang James memang berbeda, lalu selesai. Kalau saya sampai berpikir demikian, bukan mustahil dua belas tahun kemudian status begitu-begitu saja atau begini-begini saja akan tetap tegak menjulang sebagai bangunan berkarat yang amat memalukan. Tentu hal itu tidak boleh terjadi. Terus, apa yang harus saya lakukan agar status tersebut bisa berubah? Sebuah pertanyaan besar yang tidak gampang untuk dijawab, namun juga tak boleh dibiarkan terus berkibar-kibar tanpa kejelasan. Intinya, dua belas tahun kemudian harus ada perubahan yang (walau tidak sedahsyat yang diciptakan Mas Cameron) menjadi sebuah jawaban penting yang membuktikan bahwa waktu sepanjang itu tidak berlalu dalam keberkaratan. Minimal, didorong oleh rasa malu terhadap Mas Cameron, saat ini saya mulai berpikir untuk menata diri agar status di atas berubah menjadi "tidak begitu-begitu saja" atau "tidak begini-begini saja".
Nah, bagaimana dengan Anda?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar