Senin, 13 Juli 2009

Bukan Dongeng



Oleh Ayah

Shinta, Ayah bagi catatan ini buatmu. Bacalah dengan hatimu!

Selanjutnya, inilah curahan hati Rama...

Maaf Shinta. Harus kulakukan ini semua, meski pedih. Sebab aku tak ingin kehidupan meneriakkan caci maki atas ketidakadilan yang kulakukan.
Dongeng tentang Pemuda Sederhana dan Putri Raja memang hanya ada dalam kerajaan khayalan di negeri antah berantah. Di planet yang kita pijak, bumi yang kain hari kian gersang ini, yang ada hanyalah kisah-kisah nyata tentang harta, kasta dan tahta. Putri Raja tetaplah Putri Raja yang bisa leluasa mengangkat jemari tangannya untuk menentukan pilihan. Sedangkan Pemuda Sederhana, suka atau tidak, harus menorehkan kisah-kisah hidupnya pada lembar berbeda. Dan, tentu saja, andai aku Pemuda Sederhana dalam kisah itu, aku pasti dengan lapang hati menyusun kata demi kata untuk kujadikan sebuah kitab yang akan kugenggam erat penuh kebanggaan.
Sebagai Pemuda Sederhana hidupku sangat bermakna, setidaknya buat diriku sendiri.

Namun waktu juga menjelaskan ternyata aku bermakna juga buat setiap orang yang menyayangiku. Sebagai Pemuda Sederhana aku tak pernah merasa lahir percuma ke dunia ini. Kehidupan dengan segala pernik kisahnya telah menempaku menjadi sosok yang tak perlu merasa sebagai garis kecil di tengah carut-marut garis aneka warna dalam kanvas sejarah. Kujalani setiap detik dengan tak henti merasa bahwa aku hidup. Aku tidak perlu merasa mati hanya karena lahir sebagai sebuah noktah yang tak terlihat oleh mata semua orang. Begitu pentingnya diriku bagiku, Shinta. Karena itulah, aku harus tetap hidup. Meski akhir yang kautawarkan sebagai penutup kisah yang kita tulis bersama terasa menyesakkan bahkan nyaris membuatku henti bernapas.
Tapi untunglah, pekik keras yang bertebaran di sekelilingku segera membangunkanku kembali. Aku sadar, hampir saja aku berbuat tak adil kepada hidup.
Ya, Shinta. Aku harus adil kepada hidup. Banyak hal menunggu sentuhanku, dan aku tak akan membiarkan mereka terlalu lama menunggu. Dan aku bisa memastikan sekarang. Bahwa episode yang telah kauciptakan endingnya benar-benar berakhir di sini. Tak mungkinkah menambah satu episode lagi agar ending yang tak menyenangkan itu bisa diperbaiki? Jika pertanyaan itu terlontar, maka dengan ringan akan kujawab. Ini bukan kisah layar kaca, yang harus diciptakan demi memuaskan kesenangan segelintir orang. Ini masalah hati. Biarlah cerita yang tak jelas ujung pangkalnya hanya ada di layar kaca.
Jujur, Shinta. Hingga detik ini pun masih kerap muncul rasa nyeri manakala teringat betapa kekagumanku atas dirimu tak berbuah apa-apa. Tak kaujaga hatiku, tak kauhitung seberapa pedih luka yang tersayat di sana ketika sekelebat bayanganku pun tak lagi ada dalam ruang dan waktumu. Kaubuat aku tak ada lagi di sana, setelah seberkas cahaya menerpa wajahmu dan menyilaukan pandanganmu. Ya, aku kaubuat tak ada. Sementara susah-payah kutempatkan hatimu, kutimang-timang rasamu, sampai sebutir debu pun tak kubiarkan singgah. Aku kaubuat lenyap begitu saja sebab cahaya itu begitu terang memukaumu. Lalu kau terhisap hingga sepotong hati yang sebelumnya kaugenggam erat tercampak begitu saja, jatuh menghantam bumi, dengan luka-luka memerah dan berdarah. Itukah caramu mencintaiku? Tak perlu kaujawab sekarang, sebab cahaya itu mungkin masih menyilaukanmu. Dan jangan juga kaujawab meski seandainya cahaya itu meredup dan tanpa seucap kata menjauh darimu. Jawab saja kelak ketika kau sadar dan menemukan kepastian sesungguhnya aku berharga atau tidak bagimu!
Sekarang biarlah begini adanya. Aku dengan kemesraanku bersama sisi-sisi lain kehidupan yang nyaris kuabaikan. Bagian-bagian yang kusadari kemudian tak kalah berharga dari sisi yang kemarin kulewatkan bersamamu.
Aku tak perlu menganggapmu hantu yang menakutkan dan harus kuhindari. Tidak. Aku tak senaif itu. Ada atau tidak ada kau dalam tiap detik yang kulalui, kubuat tidak lagi penting bagiku. Bicaralah ketika kau ingin bicara. Sama seperti aku menyapamu ketika mata kita bertaut. Aku hanya akan berpikir, barangkali saja episode baru yang tak berkait dengan episode yang lalu itu, sanggup membuahkan kesan yang berbeda. Kesan yang kupastikan tak akan sanggup menggugahku kembali akan geliat kisah masa silam. Selebihnya, kau bergeraklah dengan hatimu. Sedangkan aku, hari ini telah kuayun langkah kesekian untuk melanjutkan hidupku.
Jika aku boleh sedikit berucap padamu. Aku hanya punya sebuah pertanyaan. Cahaya macam apakah yang kaubutuhkan untuk menemanimu melangkah? Kau perlu menentukannya sebelum langkah benar-benar kauayun. Jadikan aku sebagai pelajaran berharga. Belajar tentang hati, rasa dan luka, agar kelak tak perlu lagi ada aku-aku berikutnya. Agar kau tetap teguh bahwa cahaya yang berada di sampingmu tak akan kausirnakan kendati jutaan cahaya lain berebut menyilaukanmu.
Esok kita mungkin masih bertemu. Tapi biarlah setiap sapa dan kata yang terucap. Pun setiap tatap yang beradu hanya cukup sebagai bukti bahwa itu semua berlangsung semata dituntun oleh rasa yang mengalir dari lubuk kedewasaan kita.
Selamat malam, Shinta. Rama menyapamu di tengah kabut yang perlahan disirnakannya dengan sebuah keyakinan bahwa hidup sangatlah berharga. ( Catatan 6 November 2007, Diangkat dari curhat "Rama" )
***
(Untuk kisah yang nyaris sama, Ayah persembahkan Catatan Sederhana ini juga buat Mawar di rumah. Berhentilah menangis, Mawar. Sebab airmatamu terlalu berharga untuk menangisi sepasang mata yang melirikmu pun sekarang enggan. Menangislah, kelak. Ketika kausadari sepasang dari berpasang-pasang mata yang berebut menghampirimu ternyata menawarkan kelembutan yang jauh lebih bermakna daripada sepasang mata yang kini entah di mana. Terakhir ketika Ayah bertemu Mawar dan bertanya apa kabar, dengan senyum sedikit berkabut ia menjawab, sudah lebih baik dari hari kemarin, Yah. Ya, Mawar yang Ayah kenal selama ini memang tak perlu berubah menjadi Mawar yang layu hanya karena merasa tercampakkan. Mawar yang Ayah kenal adalah Mawar yang memiliki begitu banyak hal berharga dan selanjutnya menyadari bahwa mengasah dirinya menjadi lebih berkilau adalah sebuah keputusan bijak bagi hidupnya)

Tidak ada komentar: