Oleh Ayah!
(yang terkasih: nenek minah, pak kholil, pak basar)
Tak apa
nek
pak
rasa hormatku tetap tersemat
di relung paling liat
hati, menjadi ajimat
Tiga biji
satu biji
entah berapa berikutnya biji
akan menyaksi
terlepuhnya nurani
oleh sebab arogansi
Tak apa
nek
pak
dosaku melimpah ruah
tak sanggup aku membendungnya
dan jika bicara neraka
akulah yang pertama
di sana
merasa apinya
berkobar
mencincang segala
Tak apa
nek
pak
penuh percayaku
sejuta maaf kalian punya
bahkan doa surga
bagi mereka
yang tengah belajar
mencerna
apa sesungguhnya
senyum termesra
di balik cinta
menyala
semestinya kita punya
bagi sesiapa
Tak apa
nek
pak
tanganmu tetap wangi
untuk kucium dengan airmata
meleleh-leleh bangga
sebab kau beriku fatwa
untukku tak tengadah kepala
di tengah juta nestapa
(yang terkasih: nenek minah, pak kholil, pak basar)
Tak apa
nek
pak
rasa hormatku tetap tersemat
di relung paling liat
hati, menjadi ajimat
Tiga biji
satu biji
entah berapa berikutnya biji
akan menyaksi
terlepuhnya nurani
oleh sebab arogansi
Tak apa
nek
pak
dosaku melimpah ruah
tak sanggup aku membendungnya
dan jika bicara neraka
akulah yang pertama
di sana
merasa apinya
berkobar
mencincang segala
Tak apa
nek
pak
penuh percayaku
sejuta maaf kalian punya
bahkan doa surga
bagi mereka
yang tengah belajar
mencerna
apa sesungguhnya
senyum termesra
di balik cinta
menyala
semestinya kita punya
bagi sesiapa
Tak apa
nek
pak
tanganmu tetap wangi
untuk kucium dengan airmata
meleleh-leleh bangga
sebab kau beriku fatwa
untukku tak tengadah kepala
di tengah juta nestapa
3 komentar:
Bahagianya mereka kalau membaca ungkapan hati Ayah!
Puisi yang bagus mas, betul-betul miris saya melihat di TV
Ironi ataukah tragedi ?.
Negeri ini memang sedang bermain-main dengan keadilan.
nice poem bro
Posting Komentar