Sabtu, 16 April 2011
Gambar-Gambar di Tubuh Kita
Jika telanjangiku membuatmu percaya diri
baiklah, silakan
gambar-gambar bernuansa gelap berjajar rapi
di tiap inci keriput kulitku
potret segera, lalu kabarkan ke penjuru dunia
maka aku 'kan terkenal dan dicari
Jumat, 15 April 2011
Pertempuran Itu
(:jam-jam menjelang)
Coba lihat pedangmu, lihat
tak cukup hanya tajam untuk dihunus
di hari pertempuran sengitmu nanti
Sederet ajar selalu kugelar pada tiap jeda
saat kaubasuh bercak kering darah
dari latih laga sambung menyambung
besar kecil gurat lukalukamu
adalah ujud seberapa lincah juga kautarikan senjata
dan hadang segala rintang
Bersiaplah!
Kini aku tinggal melambai
di puncak terjal gemerlap harap
demi bulir kemenangan
Tentu kau tak perlu tahu sebelah tangan di punggungku
menggenggam gemetar bendera sangsi
bagimu, yang berangkat dengan pedang berkarat
Jangan lagi tanya, aku tak tahu
segala bisa terjadi
segala bisa berubah, mencabikcabik keyakinan
apakah nanti akan ada bahu
untukmu mengisak dan lepas sesal
kala lesat tombak menancap tepat
di uluhatimu
Kamis, 14 April 2011
Medali
Kenapa tergesa
kurasa kau perlu istirah beberapa lama
memanja diri, bukti hormatmu pada raga
coba kaudengar segala lara
dari lebam otot yang kaupaksa mengejang
entah berapa lama
Manis gula pada kental kopi pun tersia
apa lagi sepiring goreng nasi yang disangrai cinta
selalu hilang hangat
Waktu terlalu perkasa kauajak berlomba tuan
ya, tentu saja. ia tak kan pernah menua
Kalau kau merasa menang, itu salah
karena sesungguhnyalah engkau kalah
dan gemuruh sorai yang kau dengar
hanyalah pengantar kata untukmu terima
medali hitam kematian
nurani
Selasa, 12 April 2011
Testimoni Ulat Bulu
Maaf...
jajaran jati-jati meranggas sepanjang lembah bukan dosa kami
bingung cuaca hingga siklus metamorfosis terpangkas
juga bukan sebab pasti kami naik daun kini
Bertanyalah pada hantu-hantu gentayangan
yang tak pernah takut sengat matahari
yang dari mulutnya meleleh ludah bernanah
dari leluka kunyah berjuta pohon belia
Kalian akan dengar jawaban lugas
tentang rencana peremajaan yang absurd
tentang tuli telinga dari jerit pedih kala jarum berkarat
menusukkan cairan mematikan pada kulit-kulit muda tak berdosa
Berbondong ke sini apakah kami salah
toh ketika racun merambat ke atas
seluruh daun akan mengering lalu luruh
Ketahuilah kami datang
bukan sekadar menghenti lapar
dan melepas lambai bagi sahabat yang sekarat
lebih dari itu
kali terakhir kami menatap kelok jalan yang entah
berapa lama bisa tahan
setelah akar yang teranyam kokoh sepanjang punggung
mengering punah,
ketika badai bertubi menggerusnya nanti
Selamat tinggal. biarlah kami belajar bertapa
di celah-celah lembab perut bumi
dan terima kenyataan kan menjelma apa diri kami
kupu-kupu kusam ataukah malah sosok asing tak bersayap
Langganan:
Postingan (Atom)