Libur panjang selalu menjadi siksaan tersendiri bagiku. Menjemukan. Hidup jadi terasa kurang dinamis. Tinggal dua hari, namun waktu terasa berhenti berdetak. Nggak krasan banget di rumah. Sudah kucoba mengalihkan perhatian dengan beragam kegiatan, tapi tetap saja kerinduan untuk segera bertemu dengan ratusan siswa tak bisa dibendung. Celoteh mereka, keriangan mereka, selalu menjadi pemandangan yang mengasyikkan untuk ditatap setiap saat. Hidup terasa lebih berwarna. Kebandelan sebagian mereka, pun kemanjaan yang tiba-tiba muncul seolah aku sahabat atau orangtuanya, sungguh sangat mengesankan.
Ironis sih, saat mengingat, dulu, sekian tahun lalu, ketika kali pertama tawaran untuk mengajar mampir padaku, aku menanggapi dengan sikap acuh tak acuh. Mengajar?! Jadi guru?! Aku yang selengekan, semaunya, tiba-tiba harus berubah menjadi sosok serius dengan dandanan super rapi. Belum lagi beragam aturan yang pasti akan menyesakkan lantaran sebelumnya aku tak biasa diikat-ikat dengan aturan-aturan baku dalam menjalani hidup. Bisa nggak ya??? Pertanyaan besar itu berakhir pada penolakan tegas. Tidak! Aku belum sanggup berubah menjadi sosok lain. Aku menyebut sosok lain karena saat itu aku merasa -dengan sombongnya- bahwa aku telah menjadi diriku sendiri.
Entah kenapa, dan bagaimana mulanya, tahu-tahu setahun kemudian, kesombonganku runtuh. Tanpa pikir dua kali tawaran langsung kuterima. Lalu, ajaib, hari-hariku berubah total. Anehnya, segala macam aturan yang sebelumnya sempat membuatku ngeri mendadak bisa kucerna begitu saja dengan sangat nyaman. Sempat heran pada diriku sendiri. Kok bisa?!
Waktu kemudian menyadarkanku, dunia baru yang kupijak ternyata lebih indah daripada dunia yang kupijak sebelumnya. Ada ribuan cerita lahir dari jutaan detik yang kulalui bersama ratusan wajah polos. Sangat indah! Keindahan yang tak akan pernah kulepaskan sebab bersama mereka aku belajar banyak hal. Mereka telah mendewasakanku. Mereka telah menyita seluruh kerinduanku saat sepi liburan mendera batinku.
Aku tahu, bagi mereka liburan adalah saat yang paling menyenangkan karena bisa terbebas dari rutinitas yang acapkali menjemukan, setidaknya hal ini pernah kualami ketika dulu jadi siswa. Kalau kami sama-sama berdoa, betapa doa-doa itu akan selalu berbenturan, hehehe... Mereka ingin libur nggak habis-habis agar waktu nyantai tetap panjang. Sementara aku ingin segera masuk sekolah agar bisa segera menjalani rutinitas yang walau -jujur- kadang terasa menjemukan namun jauh lebih banyak menyenangkan.
Ya sudahlah. Biar waktu mengalir sebagaimana adanya. Berharap ada mesin waktu yang bisa mengantar menuju masa depan dengan lebih cepat sangatlah mustahil. Yang demikian hanya ada dalam kisah-kisah fantasi.
Ok, met habiskan libur, anak-anakku. Nikmati. Di sini, Ayah juga tengah berjuang menikmati kejemuan yang terasa tak ada putusnya. Kasihan banget ya!!! Hehehe!!!
Ironis sih, saat mengingat, dulu, sekian tahun lalu, ketika kali pertama tawaran untuk mengajar mampir padaku, aku menanggapi dengan sikap acuh tak acuh. Mengajar?! Jadi guru?! Aku yang selengekan, semaunya, tiba-tiba harus berubah menjadi sosok serius dengan dandanan super rapi. Belum lagi beragam aturan yang pasti akan menyesakkan lantaran sebelumnya aku tak biasa diikat-ikat dengan aturan-aturan baku dalam menjalani hidup. Bisa nggak ya??? Pertanyaan besar itu berakhir pada penolakan tegas. Tidak! Aku belum sanggup berubah menjadi sosok lain. Aku menyebut sosok lain karena saat itu aku merasa -dengan sombongnya- bahwa aku telah menjadi diriku sendiri.
Entah kenapa, dan bagaimana mulanya, tahu-tahu setahun kemudian, kesombonganku runtuh. Tanpa pikir dua kali tawaran langsung kuterima. Lalu, ajaib, hari-hariku berubah total. Anehnya, segala macam aturan yang sebelumnya sempat membuatku ngeri mendadak bisa kucerna begitu saja dengan sangat nyaman. Sempat heran pada diriku sendiri. Kok bisa?!
Waktu kemudian menyadarkanku, dunia baru yang kupijak ternyata lebih indah daripada dunia yang kupijak sebelumnya. Ada ribuan cerita lahir dari jutaan detik yang kulalui bersama ratusan wajah polos. Sangat indah! Keindahan yang tak akan pernah kulepaskan sebab bersama mereka aku belajar banyak hal. Mereka telah mendewasakanku. Mereka telah menyita seluruh kerinduanku saat sepi liburan mendera batinku.
Aku tahu, bagi mereka liburan adalah saat yang paling menyenangkan karena bisa terbebas dari rutinitas yang acapkali menjemukan, setidaknya hal ini pernah kualami ketika dulu jadi siswa. Kalau kami sama-sama berdoa, betapa doa-doa itu akan selalu berbenturan, hehehe... Mereka ingin libur nggak habis-habis agar waktu nyantai tetap panjang. Sementara aku ingin segera masuk sekolah agar bisa segera menjalani rutinitas yang walau -jujur- kadang terasa menjemukan namun jauh lebih banyak menyenangkan.
Ya sudahlah. Biar waktu mengalir sebagaimana adanya. Berharap ada mesin waktu yang bisa mengantar menuju masa depan dengan lebih cepat sangatlah mustahil. Yang demikian hanya ada dalam kisah-kisah fantasi.
Ok, met habiskan libur, anak-anakku. Nikmati. Di sini, Ayah juga tengah berjuang menikmati kejemuan yang terasa tak ada putusnya. Kasihan banget ya!!! Hehehe!!!